Halaman

Membaca diary lama, touring ke masa lalu

Tiba-tiba saja saya  ingin membongkar isi lemari saya yang penuh dengan buku-buku lama. Dan wow, gak sengaja saya menemukan beberapa buku harian (diary) yang saya tulis dalam kurun waktu 3 tahun di Senior High School dan setahun waktu saya masih kuliah (kuliah nyasar) di UNNES.
Hmmm, membaca diary lama, saya serasa diajak touring ke masa lalu oleh mesin waktu. Hihi, lucu saat saya membacanya sekarang, tapi emosional bahkan tak jarang dihiasi derai air mata saat saya menulisnya dulu.
Dulu saya suka, sangat suka menulis apapun yang saya alami dan rasakan ke dalam buku diary. Bahkan saya tak bisa dipisahkan seharipun tanpa diary saya. Bukannya tidak ada teman untuk sharing, tapi ada kalanya saya butuh menyimpan sesuatu yang saya rasakan sendirian tanpa orang lain tahu. Dan saat menyimpan masalah itu menjadi terasa berat sementara tak ada yang bisa dipercaya untuk mendengarkan, disitulah diary benar-benar saya butuhkan. Rasanya ada kelegaan dan kepuasan tersendiri kalau saya sudah menuangkannya ke dalam tulisan.  
Yach, diary memang cuma berisi tulisan yang tidak bisa bicara dan tak akan memberikan solusi atas masalah-masalah saya. Tapi disitulah saya bisa menumpahkan semuanya tanpa khawatir ada yang memarahi  atau memprotes saya. Diary bagi saya adalah pendengar yang paling setia, seperti seorang pesakitan yang bicara pada tembok. Tembok mungkin bisa lupa, karena kita tak mungkin mencatat semua yang kita alami atau selalu berteriak-teriak pada tembok. Beda dengan tulisan yang akan tetap ada. Saya percaya tulisan –tulisan yang saya tulis di diary itu kelak akan menghibur dan memotivasi saya. Tulisan itu akan membantu saya mengukur sejauh mana pencapaian saya, membantu saya mengintrospeksi diri, sejauh mana perbedaan saya antara yang dulu dengan sekarang. . dan agar hal-hal yang tidak seharusnya terjadi takkan terulang lagi.

Diantara sekian banyak teman sekolah saya dulu, cuma saya yang rutin nulis diary. Saya mulai menulis diary sejak kelas 5 SD. Entahlah, tangan saya rasanya gatal banget kalau seharian belum coret-coret diary kecuali saking sibuknya saya gak sempat nulis, atau saking datarnya hari yang saya lewati sampai-sampai gak ada hal menarik untuk ditulis. Banyak yang nanya, “Apa gak takut dibaca orang?”. Hmmm, resiko itu tetap ada. Saya juga pernah jadi korban para penjahat diary. Waktu itu, saya lagi pergi sekolah dan diary saya dibaca rame-rame sama ‘orang-orang yang sirik’ (kebetulan mereka masuk sekolah siang). Sebel? Ya iyalah!!! Tapi saya gak terlalu peduli dan saya gak kapok menulis diary. Sensasinya tetep lebih besar daripada sekedar rasa khawatir dibaca orang!
Sungguh! Benar-benar terasa nikmatnya punya diary kalau sudah tua begini! Bayangkan, saya membaca semua rekaman catatan perjalanan hidup saya di masa lalu. Terlihat banget, betapa labilnya saya dulu, betapa masalah-masalah yang sebenarnya sangat sepele malah bisa menjadikan saya stress siang malam, betapa saya sangat menuruti ego saya yang kelewatan, betapa persahabatan yang masih ada sampai sekarang ternyata permulaannya bisa saya baca dan saya kenang, betapa lebaynya jatuh cinta dan dan noraknya saat ketemu orang yang saya taksir....huahahaha.... sungguh memalukan rasanya, tapi lucu dan menghibur! Dan seperti itukah rasanya kelak jika diary yang saya tulis sekarang saya baca saat saya udah punya anak dua atau lima??? Hehe..nampaknya iya ya!
Dan satu lagi, hobi saya menulis diary bahkan sampai bisa mengantarkan saya meraih gelar sarjana lho! Yap, saya terinspirasi membuat judul skripsi dengan tema menulis diary! Judul skripsi saya tepatnya “The Use of Diary Writing in the Teaching of Writing Recount Text”. Intinya saya coba mengaplikasikan kebiasaan menulis diary pada siswa untuk membantu mereka memperlancar kemampuan menulis, terutama pada teks recount. Kenapa diary? Karena diary adalah suatu kebiasaan, kebiasaan menulis yang sangat sederhana dan bebas dari tekanan karena kita hanya menulis apa yang kita inginkan saja. Yakinlah kita akan lebih mudah menuangkan apa yang ada dalam pikiran ke dalam tulisan ketika kita terbiasa melakukannya. Salah satu latihannya ya dengan membiasakan diri menulis diary.
Well, sampai sekarang, kadang-kadang saya masih suka curhat di diary walaupun gak sesering dulu. Tapi diarynya udah beda lagi, gak kertas jadul kayak dulu yang rawan dibaca orang. Sekarang diarynya diary online alias blog; blog rahasia tentunya. Gak ada nama asli, gak pake dipublikasikan, dan kalau mau buka harus pake password! Aman deh!

0 komentar:

Posting Komentar