“Kelihatannya undangan reuni ya, Tha?” tiba-tiba ibunya sudah berdiri di belakangnya, membawakan secangkir teh.
“Iya, Bu.” Jawab Martha pelan. Perlahan ia menyeruput teh hangat yang dibuatkan ibunya. “Tapi kelihatannya aku tidak akan datang.”
“Tidak datang lagi?”
“ Teman-temanmu kepengen banget kamu bisa datang. Kelihatannya mereka pada kangen sama kamu lho!”
“Teman-teman yang mana, Bu?”
“Ah, ibu lupa tanya nama mereka. Mereka yang mengantar undangan ini, pokoknya. Laki-laki. Tapi sepertinya ibu pernah melihat mereka. Mungkin dulu mereka sering main ke sini waktu kamu masih sekolah.”
Martha terdiam. Mencoba mengingat siapa-siapa saja teman prianya yang pernah berkunjung ke rumahnya. Paling sering Hendra, Sony, dan Ahmad yang penah jadi pacarnya. Selain itu ada Fikri, Rosid, Miftah, Galang...ah, terlalu banyak!
Sebenarnya Martha sangat ingin bisa datang ke tiap acara reuni yang diadakan sekolahnya. Tapi ia kembali mengurungkan niatnya saat ia menatap wajahnya di depan cermin. Ya, cerminlah yang paling bicara jujur saat ini. cermin yang paling jujur mengatakan kalau Martha kini tak lebih hanyalah seorang wanita yang buruk rupa.
Ia tak sanggup membayangkan reaksi teman-temannya nanti saat melihat Martha yang dulu cantik jelita, yang bisa menaklukkan dan membuat patah hati setiap laki-laki di sekolah kini telah berubah menjadi putri kodok yang jelek.
Masih di depan cermin, Martha meraba wajahnya. Ingatannya kembali pada sembilan tahun lalu saat ia bertengkar hebat dengan Heri, mantan suaminya. Saat itu Heri sangat marah saat memergoki sms-sms mesranya dengan Sony, mantan pacarnya saat SMA. Bukannya minta maaf, Martha malah balas mengamuk dan akhirnya terjadilah petaka itu. Heri yang kalap lari ke dapur dan menumpahkan termos berisi air panas ke muka Martha.
Memang luka itu sudah lama, sudah tidak separah dulu. Tapi tetap saja bekas luka itu menjadi riwayat abadi. Kini yang tersisa adalah kulit muka Martha yang kisut berwarna belang, antara coklat dan putih kemerahan. Dan parahnya luka itu telah terlanjur menjalar mencabik-cabik rasa percaya dirinya.
Dulu, setiap memandang mukanya di cermin, ia hampir selalu memecahkan cermin itu. ia benci melihat cermin yang seolah-olah menertawakan mukanya yang cacat itu. Mungkin semua sudah impas sesaat setelah kejadian itu, Heri dipenjara dan mereka pun bercerai. Ah, tetap saja ia merasa ini tak adil. Heri hanya dipenjara, lalu bisa keluar tanpa beban apa-apa. Tapi Martha? kini, tak ada lagi orang yang akan berdecak kagum memuji kecantikannya. Tak ada lagi pria-pria yang mau melakukan apa saja untuk mendapatkan cintanya.
Ya, karena kini yang ada hanyalah Martha yang buruk rupa.
Lalu, untuk apa datang ke reuni itu? Untuk melihat ekspresi iba mereka pada seorang Martha yang kini menderita?atau membiarkan mereka diam-diam mengejeknya? Ah, nampaknya ia lebih suka membiarkan teman-teman sekolahnya penasaran dan merekapun bertanya-tanya dalam hati, “Bagaimana ya Martha sekarang? Pasti tambah cantik dan dewasa...” Bah!
Sejak peristiwa penyiraman air panas oleh mantan suaminya itu, Martha memang sengaja menghilang. Ia mengganti nomor HPnya dan merahasiakannya dari teman-teman sekolahnya. Ia bahkan tak mengijinkan ibunya untuk memberitahu pada siapapun di mana ia tinggal dan bekerja. Ia benar-benar ingin hidup sebagai Martha yang baru. Biar orang-orang tak ada yang tahu kalau dulu ia pernah menjadi seorang Martha yang mempesona.
“Mumpung kamu lagi di rumah, Tha. Tak ada salahnya datang ke reuni itu. hiburlah dirimu.” Tiba-tiba ibunya sudah menyusulnya ke kamar, membuyarkan lamunannya.
Hmm, ‘menghibur diri’ kata ibu? Menyodorkan diri untuk dikasihani sih iya!
“Mungkin aku tak bisa lama-lama di sini, Bu. Banyak pekerjaan di Jakarta. Jadi mungkin aku tak bisa datang ke reuni itu.”
“Bukan karena kamu malu dengan keadaanmu kan, Nak?”
Martha terdiam. Ternyata ibunya lebih tahu apa yang sedang dipikirkan dan dirasakannya.
Martha hanya tersenyum, lalu menggeleng.
*******
“Atas nama siapa, Bu?”
“Martha Ananta”
Martha membubuhkan tanda tangan di buku daftar hadir tamu, di kolom samping namanya. Satu persatu matanya meneliti nama-nama yang tertera di buku daftar hadir. Ada tanda tangan Sony dan Hendra, mantan pacarnya. Berarti mereka sudah di dalam. Ada juga tanda tangan Reva yang dulu ngebet banget jadi pacarnya Hendra. Dan gara-gara itu hubungannya dengan Reva tak pernah akur. Lalu ia membaca lagi beberapa nama yang sudah dibubuhi tanda tangan. Ternyata banyak juga yang datang.
Martha merapikan kerudung panjang yang membalut kepalanya. Juga kacamata hitam agak lebar yang semakin memperkuat penyamarannya. Ya, ia kini telah hampir tak berjarak dengan teman-teman masa lalunya. Tapi tetap saja ia harus menjaga jarak. Ia telah memutuskan untuk datang ke reuni ini, tapi ia tak ingin ada seorangpun yang mengenalinya.
Martha meneliti wajah-wajah yang di dalam ballroom hotel itu. kebanyakan mereka membuat kerumunan dalam satu meja. Martha memperhatikan dari satu meja ke meja yang lain. Dua belas tahun ternyata belum terlalu lama untuk membuat mereka berubah. Kebanyakan wajah mereka masih bisa dikenali dengan hanya memperhatikan beberapa detik. Hanya mungkin ada yang sedikit lebih gemuk, agak kurus, tambah putih, atau tambah gosong.
Sepuluh menit Martha hanya berkeliling mendekat dari meja satu ke meja yang lain. Yah, hanya sedikit mendekat dengan tetap menjaga jarak. Ia tidak mau jika sampai kehadirannya menarik perhatian, apalagi sampai ada yang mengenalinya.
“Son... kok istrimu nggak diajak? Gimana sih pengantin baru ini....” sayup-sayup terdengar percakapan dari meja nomor 7. Martha perlahan mendekat. Yach, benar! Itu memang Sony! Sony mantan pacarnya dulu, yang secara tidak langsung juga menjadi biang kerok pertengkarannya dengan mantan suaminya, Heri. Ternyata Sony baru saja menikah.
Martha mengambil tempat duduk agak pojok yang masih berdekatan dengan meja mereka. Apa lagi tujuannya kalau bukan untuk menguping pembicaraan mereka?
“Istriku lagi hamil besar, En. Kasihan kalau harus ikut ke sini.” Jawab Sony. “Lagian, masa reuni bawa-bawa istri, nggak asik ah!”
Martha menghitung teman-temannya yang semeja dengan Sony. Sony sekarang punya kumis. Yang barusan bertanya pada Sony tadi si Evan. Dulu sih kuper banget. Tapi kayaknya sekarang sudah banyak kemajuan. Ada si Dewina, dan ada Hendra juga! Dulu mereka berempat memang satu geng. Martha ingat, dulu ia pernah membuat Sony dan Hendra adu jotos gara-gara memperebutkannya.
Martha tetap lekat memperhatikan mereka. Kerudung besar dan kacamata hitam tetap menyembunyikan mukanya. Memang tak menutupi seluruh luka di wajahnya, tapi juga tak terlalu memperjelas luka itu.
“Reuni kali ini, Kelihatannya banyak yang datang, ya.” Seloroh Dewina. “Dan aku udah pegang hampir semua nomor handphone alumni angkatan kita.”
“Kecuali Virus,” timpal Hendra. Martha mengingat-ingat, Virus adalah teman seangkatannya tapi tidak pernah satu kelas. Makhluk paling gemuk pada masa itu.
“Dan Martha!” sambung Sony.
Martha semakin mendekatkan telinganya. Kini ia menjadi topik pembicaraan mereka.
“Huh, Martha aja yang kamu inget,” cibir Dewina, “Ingat istri di rumah, Son!”
Sony cuma nyengir kuda,“Iya ya, kemana raibnya si Martha? Kemarin pas nganter undangan, aku dan Angga bela-belain ke rumahnya, tapi lagi-lagi cuma ketemu ibunya. Ibunya juga gak mau kasih tahu di mana Martha sekarang. Cuma ngomong kalau Martha tinggal di Jakarta”
Oh, ternyata Sony dan Angga yang mengantar undangan ke rumahku, Martha bergumam sendiri.
“Diam-diam aku kangen sama si Martha. Pasti tambah cantik ya....” kata Sony lagi.
“Psssttt, kalau saja disuruh milih antara Martha dan Reva, aku pasti milih nikah sama Martha. Tapi karena Martha-nya tidak bisa dikejar lagi ya akhirnya aku nikah sama Reva.” Tambah Hendra, yang ternyata telah menikah dengan Reva.
Martha merasakan hatinya runtuh.
Tiba-tiba Sony melihat ke arah meja Martha. Sony menatap lama ke arah Martha. Martha agak menunduk. Sony tersenyum padanya dan menganggukkan mukanya pada Martha. Martha balas mengangguk. Tapi sial! Sikap Sony padanya malah memancing reaksi teman-teman lainnya. Hendra dan Dewina ikut-ikutan menatapnya dengan tatapan aneh.
Kini mereka berbicara agak pelan. Telinga Martha bahkan tak sanggup mencuri dengar lagi. Sesekali mereka bergantian melihat kembali ke arah Martha yang sedari tadi duduk sendiri.
“Hooooooiiiiii.....!” sebuah teriakan cukup keras memecah kesunyian di meja nomor 7 itu. Ternyata Reva! Ya, Reva yang sekarang telah menjadi istri Hendra. Martha masih ingat betul wajahnya.
“Tahu tidak, si ratu kecantikan kita, si Martha yang dulu kalian puja-puja itu ternyata datang ke reuni ini lho. Barusan aku liat di daftar hadir ada tanda tangannya!” Reva masih berteriak dengan nada menggebu-gebu. Tapi terlihat ada raut sinis di wajahnya.
“Yang bener kamu, Rev?” Sony tampak setengah tak percaya. Yang lain tak kalah semangat dengan Sony. Kecuali Hendra, ia lebih memilih diam. Mungkin takut dengan Reva.
“Sekarang di mana si Martha ya?” mata mereka celingukan mencari-cari di antara kerumunan alumni yang datang.
Melihat situasi yang tidak menguntungkan ini, Martha buru-buru beranjak keluar. Ia tak ingin teman-temannya mengenali dirinya. Mereka tidak boleh tahu!
Mereka masih sibuk mencari sosok Martha, meneliti wajah para alumni satu persatu. Setelah mereka yakin tak ada Martha di antaranya, akhirnya mereka memilih duduk kembali.
“Rev, kamu kenal tidak sama wanita itu..., hey ke mana dia? kok sudah pergi?” Hendra bermaksud menanyakan tentang wanita berkerudung besar yang tak lain adalah Martha. Tapi ia baru menyadari kalau wanita itu telah pergi. Pun teman-teman yang lain ternyata juga tak ada yang memperhatikan kepergian wanita itu karena tadi begitu asyik mencari-cari Martha.
“Aneh!” gumam Sony “Walau dia memakai kerudung dan kacamata, tapi aku yakin tak ada teman kita yang seperti itu. aku tidak kenal sama sekali.”
“Iya, apa dulu pernah ada teman kita yang punya bekas luka di wajah, seperti terbakar?” Evan ikut-ikutan bertanya.
Reva mencoba mengingat-ingat, ia menggeleng, “Bekas luka? Kelihatannya tidak ada teman kita yang punya bekas luka di wajah. Wanita siapa sih yang kalian maksud?”
Tak ada yang menjawab. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Reva pun jadi ikut-ikutan diam.
“Hey, tidakkah kalian memperhatikan wanita berkerudung tadi? Kita mengenalnya!” tiba-tiba suara Sony memecah kebuntuan mereka.
Semua melongo, menatap ke arah Sony dengan tatapan penasaran.
“Tidakkah kalian perhatikan caranya mengaduk minuman? Ia mengaduk dengan tangan kirinya.”
Semua masih bingung.
“Dan ia memakai cincin pada jari kelingkingnya!”
“Eureka! Ya, satu-satunya wanita yang kukenal suka mengaduk minuman dengan tangan kiri dan memakai cincin pada jari kelingking cuma Martha!” sambung Hendra.
Tanpa dikomando lagi, mereka berhamburan lari ke arah pintu keluar, mencoba mengejar wanita misterius yang kini sudah mereka kenali.
*******
Di dalam taksi, Martha memperhatikan satu-persatu wajah teman-temannya yang berhasil ia rekam secara diam-diam dengan ponselnya. Mereka ternyata masih sama. Masih mudah dikenali. Hanya si Sony yang kini berkumis dan Reva yang kelihatan lebih gendut. Martha tersenyum. Perlahan, ia menekan tombol ‘Delete All’.
Gambar diambil dari sini
33 komentar:
wah2, ini cerita karanganmu sendiri ya na?
ternyata segala sesuatu sudah berubah semenjak bertahun yang lalu.. martha yang dulu gadis dipuja karena kecantikannya, maka banyak yang tak lagi mengenalinya karena kecelakaan ya?.. ckkck.. hidup memang seperti roda, kadang diatas kadang dibawah. namun teman sejati seharusnya tetap menerima, apapun kondisinya.
#sok bijak
Cerita cinta masa2 sma ni..tpi hebat juga si Martha penyamarannya g' diketahui..bagaimana kisah selanjutnya
@Adryan : iyow....
@Gaphe :dia yang sebenarnya tak mau dikenali. ya mungkin karena tak bisa mengalahkan rasa minder kali yaa...
@sofyan : hihi,,,uda taman pren...segitu aja....
@Djangan Pakies : pastilah... coba dia mau membuka diri dan menerima kenyataan.. makasih pak Ies...
wuaaaah!!!
cerita yang keren!!!
klo gua tapi ga mungkin delete semua poto temen2, bisa jadi obat kangen
sering2 nulis fiksi ya, klo ke blog ini paling suka baca cerita fiksinya. Paling mantep klo udah nulis fiksi mini, cerita singkat dengan ending yang nonjok
ceritanya sedihhh banget. yaaa... ciri khas Aina
Jempoll dah buat cerpennya.
aa makna bahwa tak ada yang abadi di dunia ini, selagi masih diberkahi jangan lupa diri..
maaf, maksudku ADA makna hehe
maaf kok didelete ya? duh padahal dari awal aku baca sampai ketengah berharap Martha bisa bertemu teman-temannya dan mengatasi rasa takut itu. ternyata salah:)
bersambung ga ceritanya?
wew ... masuk tabloid juga yah :P
keren
cerpenmu kerenn! sumpah!! memikat hingga tetes kalimat terakhir, hasyaaah
cerpene cantix kaya pengarangnya, ihihi..
Nah, gitu donk nulis cerpen yang panjang. Ayoh nulis cerpen lagi...
inspirasinya gimana tuh sampai menghasilkan cerita yang seperti itu? kalau boleh tau sih.
btw dapet honor berapaa? hehehehe
Itu lah yg disebut kehidupan....pada saatnya pasti akan terjadi perubahan....
Aina..ini cerita pribadi atau karanganmu ??
so sweet ceritanya... btw gimana kelanjutannya?? temen2nya berhasil nemuin dia ga? trus si soni suka ato eneg liat mukanya martha? si reva gimana? (iih imaaaaaan koq jadi menggebu2 gitu siih? :p)
Duh, tragis. Memang kecantikan kadang bisa membuat gelap mata. Masih tetap berhubungan dengan mantan padahal sudah bersuami. hmm... Apakah ini akibat dari kesalahannya sendiri? Allahu 'alam. Cerpen yang bagus. Sarat hikmah. :)
wah, bikin bulu kuduk berdiri. aina, kamu berbakat sekali, teruskan dan sering-sering posting beginian.
Wow! Cerpennya bagus banget..
Dan berakhir tepat pas di klimaks nya...
Waaaa... Cerpen yg bagus selalu bikin gantung yah? Ada cerpenis bilang "biarkan pembaca yg menyelesaikan ceritanya"
Benarkah?
Anyway,
Ada pelajaran penting yg bisa diambil dari cerita ini.. :-) bravo Aina.. :-D
wow keren bisa masuk tabloid.. :D
tp aku kok ga paham apa maksudnya dengan 'delete all' di akhir cerita. emang ini bersambung ato ga?
@Yen : uda selese ceritanya Yen... maksudnya si Martha emang tetep dalam pendiriannya, gak mau dikenali dan bertemu temannya lagi...bermaksud menghapus mereka...ya gitu deh pokoknya.
@Lyliana :hoho... pernah denger...tapi emang akunya juga ga terlalu suka nulis cerita yang harus dipaksain 'selesai'. biarin nggantung aja deh....hoho. thanks mbak
@A Vip : awww, masa ciiih.... he, jadi enaaak....xixix
@Rin : yua, introspeksi penting juga ya...
@Nuel : silahkan ditebak sendiri :kelanjutan cerita maupun jumlah honornya :P
@Bunda Loving : ini cerita rekaan aja kok Bunda :)
@Adryan :wah, ide itu sering aja muncul dengan sendirinya. inspirasi paling sering dari keadaan sekitar yang aku modifikasi sendiri alurnya...
@MTB : wakaka.... semoga gak keseringan buntu en malesnya ya Sayaaang.....
@Huda :Huda : hazzzaahhh.... gak usah lebay gitchu kaleeeee.....
@John ; he ;)
@Mama Calvin : cerita sampe disitu aja Mbak.... si Martha udah mutusin tetap gak mau bertemu teman2nya lagi, makanya rekamannya di delete
@iffa : makasih mbak...
@Ami : he, ceritanya sedih mulu ya? coba ah kpn2 bikin yang hepi...
@Lain : aku juga....suka nyimpen foto temen2. hoho.... trims yuaaaa
ga ikutan giveaway si om Gaphe in?
@John : ntar.... masih panjang tho deadlinenya.....?????
sip markusip....menarik cerpennya
Ceritanya bagus mbak.... melaskolisnya yang menonjol..... membuat renuang tersendiri buat saya,,, bahwasanya kehidupan tidaklah statis
kashan ya si Martha,, kalau aku jadi temennya, apa pun yang berubah, dia akan tetep jadi temen dah,,, (orang pada batuk ga ya dengerin aku ngomong gini?? hahaha)
trus foto Dealovangga, itu siapa ya?? hehehe
Bagus banget ceritanya... aku suka deh!
Salut ya.. udah diterbitkan di tabloid.
Keren... keren... ditungu cerpen2 lainnya.
Kapan ya shasa bisa nulis juga sebagus itu?
reuni ini sangat bagus tujuannya
Posting Komentar