Sosok itu langsung membayang di memori otakku begitu aku membuka undangan pernikahannya, pernikahan Hida, sahabat terbaikku semasa SMA. Dialah yang dulu setia menyediakan pundaknya untuk kubersandar, pun jemarinya selalu jadi yang pertama menghapus tiap bulir airmataku.
Kini sudah sepuluh tahun berlalu sejak berakhirnya masa SMA yang sekaligus memisahkan kami. Ya, waktu itu Hida memutuskan untuk kuliah di luar negeri. Sempat tiga kali berkirim surat, setelah itu dia tak pernah mengabariku lagi.
Hari ini, di hari pernikahannya, Hida membuatku terkejut. Bukan karena sosoknya yang kian cantik dan dewasa, tapi karena lelaki yang jadi mempelainya adalah Ardi, mantan pacarku sewaktu SMA. Aku tak menyangka jika nama ‘Ardi’ dalam undangan itu adalah Ardi mantan pacarku.
“Kami baru setengah tahun jadian,” bisiknya. “Aku tak tahu bagaimana harus memberitahumu selain lewat undangan ini.”
Aku tertawa, “Takdir telah mempertemukan kalian untuk jadi sepasang kekasih. Dan bagiku, menemukan kembali sahabatku adalah takdir paling indah.”